Senja yang dulu indah kini menjadi temaram
dan bulan yang dulu purnama kini perlahan berubah menjadi sabit.
Seperti keadaan hati seorang gadis remaja yang meratapi kekosongan dan
kehampaan hatinya karena ditinggal oleh sahabat yang selama ini setia
menemaninya baik suka maupun duka. Dulu, waktu usiaku beranjak 17
tahun, aku mempunyai beberapa sahabat salah satunya Icha. Icha tinggal
di Ciracas, JakartaTimur. Dia anak pertama dari 2 bersaudara, dia
adalah seorang remaja yang lugu dan sangat ceria. Kami bersahabat sudah
cukup lama, aku kenal Icha waktu kami sama-sama mendaftar di salah
satu SMP favorit di Jakarta. Setelah awal perkenalan itu,pertemanan
kami berlanjut karena kami diterima di SMP itu. Kami selalu
bersama-sama bagai amplop dan perangko yang tak dapat terpisahkan,
itulah kami. Kami juga selalu satu kelas.
Setelah
lulus SMP aku dan Icha memutuskan untuk satu sekolah, hari pertama aku
dan Icha menjalani ospek, rasanya takut dan tegang banget, tapi aku
melihat seorang cowok yang sangat perfect di kantin sekolah, dia sangat
manis apalagi pada saat aku melihatnya sedang tersenyum pada beberapa
orang yang menyapanya, manis sekali senyumnya, disaat aku sedang asyik
memperhatikan cowok itu tanpa ku sadari didepanku ada salah seorang
kakak senior yang sangat galak, upzzz…. Aku menabrak dia, dia
marah-marah padaku meski aku telah minta maaf padanya, lupakan saja dia
kita kembali pada cowok yang aku lihat tadi, tapi aku mencari-cari ke
sekeliling kantin tapi cowok itu udah gak ada. Icha hanya tertawa
melihat tingkah lakuku. Huh… ini semua gara-gara keteledoranku, tapi gak
apa-apa suatu hari nanti pasti aku dapat bertemu dengannya kembaali
karena aku yakin dia siswa di SMA ini. Aku dan Icha melanjutkan
perjalanan kami ke kelas. Ospek pertama telah dimulai, ada beberapa
kakak senior masuk kekelas tanpa ku sadari cowok yang ku lihat di kantin
sekolah tadi pagi ada didepan mataku. Aku senang sekali karena aku
kembali bertemu dengannya walau dia tak ku kenal sama sekali.
Aku
mencari tau siapa sebenarnya cowok itu, dari beberapa orang yang aku
tanya mereka mengatakan dia adalah ketua osis, namanya radit, Cuma itu
informasi aku dapatkan tentang dia, tapi udah cukup kok. Singkat cerita
aku dan kak Radit mnjedi tambah akrab tapi cuma sebatas teman. Yang tak
pernah aku duga ternyata kak Radit naksir sama Icha, aku sedih banget
karena dia adalah cinta pertamaku, tapi apa daya aku tak bisa berbuat
apa-apa, dan aku juga sempat kecewa pada Icha karena dia menerima kak
Radit menjadi kekasihnya, Icha kan tau kalau aku suka sama kak Radit
tapi kenapa dia tega padaku. Mungkin inilah nasibku, setelah kejadian
itu persahabatan aku dan Icha menjadi renggang, aku jarang menyapanya
dan sepertinya juga dia sekarang jarang ada waktu buat kita berdua
sama-sama lagi seperti dulu. Lagi pula aku tak sekelas dengannya.
Waktu terus berputar, tanpa terasa tahun pun berganti. Akhir-akhir ini
aku melihat Icha tampak murung dan gak seperti biasanya yang sangat
ceria. Walau aku belum bisa memaafkan Icha tapi walau bagaimanapun dia
adalah sahabatku dan aku harus tau apa yang sedang terjadi. Setauku
dari berita yang beredar kalau Icha mengidap penyakit tumor yang
bersarang diperutnya sejak beberapa tahun ini, sejak dokter memfonis
penyakit itu Icha berubah menjadi anak yang pemurung dan pendiam. Aku
sangat merasakan perubahan itu, tapi setiap kali aku tanya dia tak
pernah mau cerita dan jujur padaku. Menurutku dia berubah menjadi
seperti itu karena mungkin dia merasa hidupnya tak akan lama lagi.
Seiring berjalannya waktu perut Icha makin membesar, aku belum percaya
dengan apa yang temen-temen bilang padaku. Aku desak Icha untuk
menceritakan apa yang terjadi padanya, akhirnya Icha mau bercerita. Aku
sempat terkejut mendangarnya sekaligus sedih bercampur dengan rasa
kekecewaan, mengapa baru seekarang dia cerita semua itu padaku. Tapi
mungkin karena aku tak sedekat dulu sama dia. Aku juga denger-denger
dari yang lain Icha putus, Icha diputuskan kak Radit karena keadaan
Icha dg perut yang makin membesar. Aku sedih sekali, tapi dia pernah
menghianati persahabatan yang telah lama kami bangun.
Icha masih tetap sekolah, tapi lama kelamaan dia merasa kecil hati dan
malu. Dengan kondisi tubuh yang semakin menurun, sampai akhirnya Icha
dirawat di Rumah sakit Haji Pondok Gede. Aku dan teman-taman
menjenguknya untuk memberikan semangat dan dukungan padanya agar Icha
gak semakin drop dan putus asa. Hanya sampai disitu saja kabar yang aku
dengar tentang Icha, disatu sisi aku masih kecewa padanya tapi disisi
lain aku juga mempersiapkan UN.
****
Pagi hari yang sangat gelap karena hujan turun begitu derasnya, aku
sedang duduk melamun memikirkan bagaimana keadaan Icha sekarang,
tiba-tiba aku dikejutkan dengan ringtone handphoneku yang berbunyi dank
u lihat dilayar hpku ternyata mamanya Icha memanggil, fikirku tumben
tapi ada apa ya, kok pagi-pagi gini tante telfon aku. “halo
assalamu’alaikum, bisa bicara dengan Cika?”, nada suara mama Icha
tampak berat, sepertinya dia sedang menangis. “ii…aaa tante, ada apa
kokpagi-pagi begini telfon Cika? Trus bagaimana kabar Icha tante?”
tanyaku agak ragu, “Icha telah berpulang Ka” belum sempat aku
mengucapkan turut berduka cita pada tante, tut…tut…tut…tut telfon
tiba-tiba terputus. Aku menangis dan menyesali dengan semua yang
terjadi, dihatiku tersirat penyesalan yang amat mendalam, aku terlalu
jahat dan egois pada Icha dan gak pernah meluangkan waktu untuk
menjenguk sahabatku sendiri yang menjalani hari-hari akhirnya
sendirian, tanpa aku. “Maafkan sahabatmu ini Ca…..hik..hik..hik…!!!”
tangisku.
Aku datang ke rumah Icha untuk melihat dia
terakhir kalinya dan mengucapkan bela sungkawa pada keluarga Icha.
Setibaku disana aku melihat Icha terbaring kaku, dikelilingi
orang-orang yang membaca yasin untuknya, tiba-tiba pandanganku menjadi
gelap. “Icha…..” panggilku, “sudahlah Ka, relakanlah kepergian Icha,
agar dia tenang di Alam sana” mama Icha ada disampingku, dan memberikan
selembar kertas padaku, “ini dari Icha buat kamu, dia menulis pada saat
kamu jarang menemuinya, tante tinggal dulu kebawah”. “makasih tante
dan Cika minta maaf kalo selama ini Cika gak pernah menjenguk dia, Cika
lagi UN tante,” aku menangis. “gak apa-apa kok tante ngerti, kamu ada
masalah ya sama Icha?” tanya mama Icha, “eng…enggak kok tante, kami
berdua baik-baik saja””ya udah jangan nangis lagi, tante ke bawah bdulu
ya” tante pun meninggalkanku sendiri di kamar Icha karena
Perlahan-lahan tadi aku pingsan, aku melihat foto-foto yang ada dimeja
samping tempat tidur, betapa lembutnya senyum Icha di foto itu. aku
buka kertas ituperlahan-lahan, dan aku pun mulai membaca kata demi kata
disurat itu.
Sebelumnya gue minta maaf atas kejadian kemaren”,
bukan maksud gue untuk merebut kak Radit dari lo, tapi gue juga cinta
dia dan gue juga udah putus ma dia, karena dia bukan laki-laki yang
baik. O ya, lo tau kan kalo gue gak bisa buat puisi kayak lo, tapi ini
puisi gue buat khusus sahabat sejati gue ini, maaf ya kalo buatan gue
gak sebagus puisi-puisi lo, heheheh……..
Surat Terakhir
Butir-butiran air mata yang jatuh setetes demi setetes
Menemani dan menjadi saksi saat ku tulis suratku yang terakhir
Jika hanya derita yang harus aku terima
Jika hanya kemitian yang harus ku alami
Aku bersedia menjalani tanpa kesedihan
Namun ketika kau berucap bahwa untukku
Sudah tak ada lagi maaf terasa lemah lunglai tubuh ini
Sahabat yang slalu mengisi hari-hariku
Seberapa besarpun salah yang ku pandang
Seberapa rendah budi yang ku jalani…maafkan aku
Derita karena bersalah berlarut-larut tanpa henti
Dan tampaknya Tuhan sudah berkenan menjemputku
Jangan menangis sahabat….walau tak terkatakan
Sungguh aku merasa kau telah memaafkanku
Slamat tinggal sahabat sejatiku
Ikhlaskanlah kepergiankui
Smoga sepeninggalku dari sisimu
Bahagian akan slalu menemanimu
Miss u sobat
ICHA
****
Keesokan
harinya Aku baru sadar ternyata Icha hari ini berulang tahun yang ke
17, aku bermalam di rumah Icha, dan pagi-pagi aku segera kebawah dan
akan mengikuti pemakaman Icha. Sebenarrnya aku tak sanggup melihat makam
itu, karena akan mengingatkanku akan kenangan” kami berdua dulu, tapi
aku coba untuk tegar untuk melangkahkan kaki menuju makamnya. Setelah
pemakaman selesai dan semua orang pulang, aku sendiri di makam itu,
sepi. Aku menangis disamping nisan Icha, walau tersendat-sendat dan
terbata karena aku nangis aku nyanyikan lagu happy birthday buat Icha,
dan memandangi nisan yang ada dihadapanku saat ini, makam yang sunyi,
aku masih menangis sendiri di makam bisu itu, sebelum pulang aku
meninggalkan secarik kertas balasan surat Icha, walau mungkin tak akan
pernah dibaca olehnya, tapi itulah kenanganterakhirku buat Icha.
Kenangan indah tentang kita akan slalu ku ingat setiap detiknya
Jika ku tutup mataku, aku masih dapat melihatmu
Kau memperlihatkan senyum termanismu
Tapi itu hanya lamunan sesaatku
Kini kau telah jauh tinggalkanku
Aku belum sempat meminta maaf padamu dan menyayangimu
Dan tak ingin kau pergi jauh
Tinggalkan kenangan kita bersama
Tapi takdir berkatab lain
Terlalu cepat Tuhan memanggilmu
Hanya sebuah puisi ini aku persembahkan untukmu
Kepergianmu, meninggalkan kisah yang sangat pahit bagiku
Aku akan selalu mengenangmu, sahabat terbaikku
Semoga kau tenang disana
Suatu saat kita pasti akan bertemu kembali
(the end)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar